Cirebon – Berangkat dari sebuah keprihatinan akan kondisi perkampungan yang terbelakang kehidupan sosialnya. Batik Kriyan, sesuai dengan nama kampung tersebut, di Kelurahan Pegambiran, Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat, memberi secercah harapan akan kehidupan yang lebih baik.
Sebuah rumah di Kampung Kriyan, sekilas seperti rumah biasa pada umumnya. Namun ketika diperhatikan dengan seksama, rumah itu jelas berbeda dengan rumah lain di kampung tersebut.
Di bagian tembok depan rumah, terdapat sebuah peta yang diambil dari Google Maps. Peta wilayah Kampung Kriyan yang diapit oleh Sungai Kriyan di sebelah utara dan rel kereta api di sebelah barat daya. Di samping gerbang masuk rumah, terdapat sebuah saung kecil yang terbuat dari bambu.
Yang membuat banyak orang semakin tertarik adalah sebuah papan nama kecil di atas rumah, bertuliskan Batik Kriyan. Ya ,rumah bercat putih tersebut merupakan sebuah rumah yang disewa untuk memproduksi batik, yakni batik Kriyan.
Ketika memasuki rumah, maka akan disuguhi berbagai macam kain batik yang sudah jadi dan siap jual. Kain-kain tersebut dipajang di atas batang kayu yang membentang, menjadi pemanis tampilan ruangan. Mengesankan kain batik yang dipamerkan menyatu dengan alam.
Orang-orang dari Korea malah sering tinggal di sini, sekaligus mempelajari batik Kriyan dan budaya di Cirebon.
Bukan tanpa alasan jika pengelola rumah mengonsep tampilang ruang pamer rumah seperti itu. Sebab batik Kriyan merupakan batik yang dalam pembuatannya memanfaatkan bahan-bahan alami, mulai dari bahan warna hingga peralatannya.
Lebih masuk lagi ke dalam rumah, disuguhi proses pembuatan batik. Proses pembatikan dilakukan oleh ibu-ibu Kampung Kriyan. Mereka dipandu oleh pembatik yang sudah memiliki pengalaman. Di dalam ruangan itu juga ada ragam alat membatik, seperti canting, lilin, kompor, sampai sejumlah lembar kain bermotif menunggu digores malam atau lilin cair.
Di salah satu sudut ruangan juga terdapat berbagai macam pewarna alami batik yang ditata sedemikian rupa. Sehingga, pengunjung atau calon pembeli bisa melihat langsung cara dan proses pembuatan batik Kriyan, beserta bahan-bahan yang digunakan untuk Batik Kriyan.
Di halaman samping rumah lebih unik lagi. Di tempat ini proses pewarnaan kain batik dilakukan. Di bawah pelindung atap terpal, kain-kain batik dihamparkan supaya warna-warnanya cepat mengering.
Ada juga drum-drum yang digunakan untuk merendam kain batik agar memperoleh warna yang diinginkan. Beberapa perempuan pembatik juga tengah mewarnai ulang lembaran batik yang sudah diwarnai. Hal tersebut harus dilakukan demi mendapatkan hasil warna yang maksimal.
Asal Mula Batik Kriyan
Mungkin, sebagian kalangan bertanya apa itu batik Kriyan. Wajar saja jika demikian karena mungkin mereka belum mengenal batik tersebut. Terlebih selama ini di wilayah Cirebon, baru batik Trusmi dan batik Ciwaringin dengan motif Mega Mendung yang baru dikenal. Batik-batik tersebut bahkan sudah terkenal hingga mancanegara.
Ya wajar saja karena batik Kriyan memang baru berusia dua tahun. Tergolong jenis batik baru tapi bukan berarti batik Kriyan mati kutu dengan keperkasaan senior-seniornya. Batik ini sudah mampu menggaet konsumen asing, seperti dari Korea dan Amerika.
“Orang-orang dari Korea malah sering tinggal di sini, sekaligus mempelajari batik Kriyan dan budaya di Cirebon. Mereka tidak segan untuk berbaur dengan warga. Setelah itu, mereka akan membawa hasil dari batik-batik tersebut ke negaranya,” jelas Bambang Jumantra, sang penggagas batik Kriyan di kampungnya, Kamis, 12 Desember 2019.
Bambang Jumantra, tokoh di balik bermetamorfosisnya Kampung Kriyan. Dari keuletan dan tangan dinginnya, pria yang biasa disapa Pak RW karena menjabat Ketua RW 12 ini, dalam waktu singkat mampu mengubah kesan sosial perkampungannya.
Warna di batik Kriyan Cirebon menggunakan bahan alami dari tanaman yang tumbuh di sekitar Kampung Kriyan. (Foto: Tagar/Charles)
Pertama menyandang panggilan Pak RW, ia ingin kampung bisa lebih maju dari kondisi sebelumnya. Sebelumnya, Kampung Kriyan dikenal sebagai salah satu daerah kumuh di Cirebon. Angka anak putus sekolah tinggi, yang bergaris lurus dengan tingkat kriminalitas.
Bambang pun berkomitmen mengubah wajah Kampung Kriyan. Dengan melihat potensi di sekitar kampung, ragam macam tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, terbersit di pikirannya untuk membangun sentra kerajinan batik. Tentu dengan melibatkan warga agar hasilnya juga bisa kembali ke warga pula.
“Saya ingin memperbaiki perekonomian masyarakat di Kampung Kriyan. Akhirnya ketika tercetus ide batik tersebut, masyarakat sangat mendukungnya,” tutur dia.
Nama Batik Kriyan pun diambil karena mengambil dari daerah di mana batik itu berasal, yakni Kampung Kriyan. Dengan tekad kuat, Bambang akhirnya bisa mengolaborasikan program Pemerintah Kota Cirebon dengan Korea Arts & Culture Education Service (KACES) dari Korea.
Harapan kami dapat memperbaiki perekonomian keluarga.
Mereka membentuk kelompok masyarakat, kemudian memberikan pelatihan dan pendampingan, mulai dari menentukan motif, memproduksi batik, hingga menjual batik. Dan batik ini memiliki keunggulan tersendiri karena pewarnanya menggunakan bahan-bahan alami yang banyak terdapat di Kriyan.
Saat ini, ada sekitar 22 warga Kampung Kriyan yang ikut pelatihan. Kebanyakan didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga, satu orang difabel, dan satu warga yang putus sekolah. Mereka termasuk masyarakat yang cepat belajar dan mau diajak untuk berpikir maju.
“Masyarakat sangat senang, karena mereka sendiri sudah sangat jengah dengan image kampung negatif,” jelasnya.
Selain bahan perwarna alami, seperti dari daun pandan, buah binahong, kulit manggis, biji jolawe, dan kulit kayu mangrove, batik Kriyan juga memiliki keunikan lain. Motif batiknya terinspirasi dari tanaman yang ada di sekitar Kriyan. Di antaranya motif daun kersen, daun jati, daun pandan, motif perahu, wayang, dan banyak ragam motif khas lain.
“Batik andalan kami yaitu batik motif daun dan bunga kersen,” sebutnya.
Proses pembuatan batik Kriyan sendiri sama dengan proses membatik pada umumnya. Dalam membatik, tiap warga bisa menyelesaikan satu kain batik dalam tempo dua pekan hingga dua bulan. Cepat lama membatik tergantung kompleksitas motif dan pewarnaan.
Dan karena proses orisinil tradisional berbasis budaya ini maka jangan heran jika Batik Kriyan dibanderol dengan harga yang tidak murah. “Karena prosesnya yang panjang dan tenaga yang dibutuhkan untuk membuatnya tidak sembarangan. Dan yang paling penting adalah seninya itu, karena seni itu pasti mahal harganya,” jelasnya.
Di mata kalangan berada dan pejabat Cirebon, batik Kriyan sudah mampu menyejajarkan diri dengan kakak-kakaknya yang lebih dulu moncer. Bambang mengaku selain di bawa ke Korea dan Amerika dengan jumlah yang lumayan banyak, batik Kriyan kerap diminta mengisi pameran kerajinan maupun UMKM yang digelar pemerintah.
“Bahkan rencananya nanti para ASN di Kota Cirebon akan diwajibkan untuk memakai produk batik Kriyan. Karena waktu itu Ibu Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati sudah mengatakan demikian dan akan memborong Batik Kriyan,” ungkap Bambang.
Meskipun saat ini belum dipasarkan secara bebas karena memang butuk proses lama, yang jelas warga Kampung Kriyan sudah bisa memproduksi batik khas kampungnya dengan motif dijamin antimainstream.
Bambang pun menyatakan di atas goresan motif khas batik Kriyan terukir doa dan harapan warga untuk mengubah nasib yang lebih baik. Sekaligus menambah kekayaan khazanah budaya dan seni batik tradisional Cirebon.
“Harapan kami dapat memperbaiki perekonomian keluarga. Karena itu, warga memiliki tekad yang kuat supaya batik produksinya dapat menembus pasar nasional dan internasional,” ucapnya mengakhiri perbincangan dengan Tagar. (click)